Selasa, 28 Februari 2012

MALAHAYATI, PEJUANG YANG TIDAK POPULER


Bangsa Indonesia sudah lama memiliki prinsip kesetaraan gender dalam kehidupan sehari-harinya, bahkan lebih maju daripada bangsa-bangsa barat seperti Amerika dan Eropa. Sebagai salah satu contoh adalah Laksamana Malahayati atau Keumalahayati yang berprestasi di awal abad 16, yang dapat disebut sebagai tokoh kesetaraan gender Indonesia. Nama Laksamana Malahayati ini telah diabadikan pada salah satu kapal perang Indonesia, KRI Malahayati.

Siapakah Laksamana Malahayati itu? Malahayati, adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Kisah perjuangan Malahayati dimulai dari sebuah perang di perairan Selat Malaka, yaitu antara armada pasukan Portugis dengan Kesultanan Aceh Darussalam yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil. Pertempuran sengit terjadi di Teluk Haru dan dimenangkan oleh armada Aceh, tetapi dua laksamana dan ribuan prajuritnya gugur di medan perang. Setelah suaminya (sang laksamana) gugur, Malahayati bertekad meneruskan perjuangan suaminya. Untuk memenuhi tujuannya tersebut, Malahayati meminta kepada Sultan al-Mukammil untuk membentuk armada Aceh yang semua prajuritnya adalah wanita-wanita janda karena suami mereka gugur dalam Perang Teluk Haru. Permintaan Malahayati dikabulkan. Ia diserahi tugas memimpin Armada Inong Balee dan diangkat sebagai laksamananya. Armada ini berkekuatan 2.000 orang. Benteng Inong Balee yang letaknya di perbukitan sekitar Teluk Lamreh Krueng Raya.

Salah satu prestasi terhebatnya adalah pada salah satu pertempuran laut (pada tanggal 11 September 1599) ia berhasil membunuh pimpinan kapal Belanda, Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal. Peristiwa ini menggegerkan bangsa Eropa, khususnya Belanda. Selain menjadi Laksamana dan Panglima Angkatan Laut Kesultanan Aceh Darussalam, Malahayati menjabat sebagai Komandan Pasukan Wanita Pengawal Istana. Jabatan ini merupakan tugas kesultanan dalam bidang diplomasi dan ia bertindak sebagai juru runding dalam urusan-urusan luar negeri. Ia memiliki sifat dan karakter yang tegas sekaligus berani dalam menghadapi berbagai momen perundingan, baik dengan Belanda maupun Inggris. Meski begitu, sebagai diplomat yang cerdas, ia dapat bersikap ramah dan luwes dalam melakukan berbagai perundingan.

Dilihat dari konsep gender, Laks. Malahayati telah memperoleh akses, kontrol dan berpartisipasi dalam kehidupan politik dan ketahanan-keamanan negara. Tak mungkin seorang dapat menjadi laksamana pemimpin angkatan perang jika tidak memperoleh tiga aspek tersebut. Dengan demikian, sesungguhnya Indonesia telah maju dilihat dari segi kesetaraan gender dibandingkan negara-negara lain, karena pada abad 16 sudah ada pejuang perempuan yang diakui oleh kaum lelaki dan bangsa-bangsa lainnya.

Mengapa Laks. Malahayati tidak populer sebagai tokoh kesetaraan gender? Marginalisasi prestasi Laks. Malahayati ini dalam sejarah Indonesia dapat dipandang sebagai proses marginalisasi kaum perempuan dari ranah politik dan ketahanan-keamanan negara dan bangsa. Sesuatu yang sesungguhnya sudah tampak di abad 16 dinafikan atau disingkirkan, sehingga seolah-olah tokoh emansipasi perempuan adalah yang bergerak di bidang pendidikan saja. Hal ini memang sesuai dengan stereotipi perempuan bertanggungjawab terhadap pendidikan keluarga dan sekitarnya (di wilayah domestik), sedangkan kaum lelaki-lah yang bertanggungjawab di bidang politik dan ketahanan-keamanan (termasuk wilayah publik). Jika kita jujur terhadap sejarah Indonesia, Laks. Malahayati lebih sesuai sebagai tokoh kesetaraan gender Indonesia, bukan sekedar emansipasi perempuan.

Kita sering mendengar tentang serahkan urusan kepada ahlinya, demikian halnya dengan Laks. Malahayati yang piawai dalam urusan pemerintah dan militer, bukan karena beliau adalah seorang perempuan, tetapi karena beliau adalah pakar di bidangnya. Tidak tertutup kemungkinan Laks. Malahayati mencontoh semangat juang yang dimiliki oleh kaum muslimah di zaman Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa saallam (saw). Wal Allahu ‘alam.

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengajak memberi akses kepada kaum perempuan untuk menentukan pilihannya serta membuka akses kepada kaum perempuan untuk dapat berkontribusi di sektor publik, tidak hanya di sektor domestik saja. Pilihan tersebut akan dibuat oleh individu perempuan sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya, kita tidak dapat mengeneralisasikan bahwa semua perempuan Indonesia ingin berkiprah di sektor publik, karena setiap individu adalah unik, memiliki bakat, kemampuan, kebutuhan dan keinginan yang spesifik. Yang terpenting adalah adanya keseimbangan (equilibrium), baik keseimbangan tujuan hidup dunia dan akhirat, keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan orang lain (keluarga dan masyarakat umum), serta memiliki tujuan untuk kemaslahatan masyarakat sesuai syariah.

Senin, 20 Februari 2012

SIAPKAN ISTRIMU MENJADI JANDA

Judul di atas mungkin judul yang provokatif, tetapi hal tersebut merupakan suatu realita di jaman modern seperti saat ini. Umur dan jodoh adalah rahasia Allah SWT, oleh karena itu perlu dilakukan persiapan-persiapan untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan. Janda dalam hal ini dapat berupa janda cerai mati (suami wafat) atau janda cerai hidup (akibat perceraian), semua ini istilah yang umum digunakan di bidang kependudukan (demografi).

Banyak suami-suami yang melalaikan upaya-upaya peningkatan kualitas insani sang istri, baik dalam mental, moral dan berbagai kemampuan yang terkait dengan usaha ekonomi. Dalam ajaran Islam, memang pencari nafkah utama keluarga adalah kewajiban suami, sedangkan istri cukup taat kepada suami –tentunya pilih suami yang taat kepada Allah  SWT dan Rasulullah Muhammad saw--. Namun demikian, suami jangan menutup akses sang istri untuk mengembangkan diri dan mampu membuka peluang usaha yang bernilai ekonomi. Lebih baik sedia payung sebelum hujan. Jangan sampai terjadi, pada saat keluarga inti –suami, istri dan anak-anak-- tersebut utuh, kondisi keluarga dan kehidupannya tergolong muzakki (wajib zakat), tetapi setelah kehilangan suami, keluarga tersebut menjadi mustahik (penerima/berhak terima zakat) yang berarti kondisi ekonomi keluarganya merosot. Hal tersebut dapat terjadi akibat: (1) keluarga yang boros, hanya dapat belanja tetapi tidak menghargai nilai uang dan menghasilkan uang; (2) keluarga yang terlalu menggantungkan diri kepada kepala keluarga (suami) yaitu tidak memiliki kemampuan dan mental yang mencukupi untuk hidup mandiri sehingga lalai mempersiapkan situasi dan kondisi yang buruk.

Landasan pemikiran penulis adalah Al Qur’an Surat An Nisaa [4]: ayat 9,”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”.

Tidak semua perempuan mempunyai kemampuan unggul untuk mencari rezeki sendiri, tetapi mereka tetap memiliki kemampuan untuk berusaha, tergantung kemauan pribadi perempuan tersebut. Oleh karena itu sang suami perlu mengetahui kemampuan-kemampuan apa yang dimiliki oleh sang istri dan peluang-peluang ekonomi apa yang memungkinkan untuk sang istri, tanpa harus melanggar aturan agama, yang berarti harus halal dan baik (halalan wa thoyibah).

Teladan dari Rasulullah saw adalah beliau memperkenankan istri beliau Zainab binti Jahsy untuk berusaha dengan memintal dan menenun kain sutera serta menyamak kulit, hasil-hasilnya kemudian dijual, selanjutnya hasil penjualannya dimanfaatkan oleh Zainab r.a. sendiri. Zainab r.a menggunakan uang tersebut untuk bersedekah, sehingga kelak kemudian Zainab binti Jahsy dikenal sebagai perempuan yang murah hati– karena sedekahnya -- dan merupakan istri Rasulullah saw yang wafat menyusul Rasulullah saw, sesuai petunjuk Rasulullah saw:”Kalian (kepada para istrinya) yang paling cepat menyusulku, adalah yang paling murah hatinya (paling banyak sedekahnya)”. Zainab binti Jahsy r.a wafat pada tahun 20 Hijriah.  

Sebagaimana ceritanya salah satu istri Rasulullah saw, Ummu Salamah r.a berkata:”Ia (Zainab binti Jahsy r.a) seorang wanita shalihah, suka shaum di siang hari dan shalat di malam hari, ahli menyamak kulit, suka bersedekah dengan hasil usahanya”. Kisah lainnya adalah perkataan istri Rasulullah saw yang lain, Aisyah r.a:“Aku tidak pernah melihat seorang wanita yang lebih baik agamanya dari Zainab, lebih takwa kepada Allah, lebih jujur bicaranya, lebih akrab hubungan kekeluargaannya, lebih besar sedekahnya, dan lebih besar pengorbanannya, dia bekerja semata-mata hanya untuk disedekahkan, karena ingin taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT”.    

Kisah hidup Zainab binti Jahsy r.a saat menjadi istri Rasulullah Muhammad saw hendaknya menjadi contoh teladan bagi para suami muslim di dunia saat ini dan juga mencontoh perilaku Rasulullah saw yang tidak menutup akses istrinya untuk berkarya dan berusaha, disamping itu Rasulullah saw membebaskan istrinya untuk membelanjakan uang hasil jerih payahnya (untuk sedekah atau untuk belanja, terserah istri), berarti kontrol keuangan pribadi istri ada di tangan istri sendiri. Hal ini membuktikan bahwa konsep gender tentang akses dan kontrol sebenarnya sudah ada dalam Islam dan telah dicontohkan oleh Rasulullan saw.

Wal Allahu ‘alam.

GENDER


Penggolongan makhluk hidup di bumi secara biologis terbagi menjadi dua jenis kelamin (sex) yaitu jantan dan betina (istilah yang ditujukan untuk hewan dan tumbuhan) serta lelaki dan perempuan (istilah untuk manusia). Di mana pun, kapan pun, siapa pun, setiap jenis kelamin memiliki tugas masing-masing dan sama, serta tidak dapat dipertukarkan. Sebagai contoh, kaum perempuan memiliki kekhususan memiliki kemampuan untuk hamil, melahirkan dan menyusui, hal ini terkait dengan alat reproduksinya yang menghasilkan sel telur. Sebaliknya, kaum lelaki tidak memiliki kemampuan itu, tetapi alat reproduksinya menghasilkan sel sperma. Pertemuan sel telur dan sel sperma ini akan menghasilkan janin yang akan berkembang dalam tubuh perempuan yang disebut dengan kehamilan. Kemampuan ini tidak dapat dipertukarkan antara lelaki dan perempuan, meskipun seseorang telah melakukan operasi ubah jenis kelamin. Semua ini sudah merupakan kodrat alam atau Sunnatullah (ketetapan Allah SWT).

Disamping itu, secara sosiologis ada penggolongan antara lelaki dan perempuan yang disebut dengan istilah gender. Gender didefinisikan sebagai pembagian peran-peran dan tanggung-jawab perempuan dan lelaki yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Termasuk dalam konsep gender adalah harapan-harapan masyarakat mengenai ciri-ciri, sikap, dan perilaku perempuan dan lelaki (feminitas dan maskulinitas). Peran-peran dan harapan-harapan tersebut dipelajari, dapat berubah dari waktu ke waktu, dan bervariasi menurut budaya masing-masing masyarakat.

Gender menjadi masalah jika: (1) Perempuan hanya diberikan peran dalam urusan rumah tangga saja dan tidak diberi kesempatan atau peluang (AKSES) pada peran-peran yang produktif. (2) Perempuan menjadi (terlalu) bergantung kepada nafkah suami, sehingga tidak memiliki ketrampilan dan pengalaman yang sebanding dengan lelaki. (3) Anak-anak perempuan tidak mendapat pendidikan yang sama dengan anak-anak lelaki karena berbagai alasan. (4) Potensi dan kemampuan perempuan tidak berkembang dan tidak termanfaatkan dalam pembangunan, karena tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi (monev) pembangunan itu sendiri.

Dengan demikian, apa yang perlu dilakukan? Yang perlu dilakukan adalah: pelibatan lelaki dan perempuan dalam proses pembangunan, sesuai kemampuan dan kemauan individu itu sendiri. Biarkan mereka memilih sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi mereka masing-masing, jangan menutup akses sesorang atas dasar gender. Dalam relasi gender, yang terpenting adalah adanya harmonisasi hubungan, dan keseimbangan hubungan antara lelaki dan perempuan, tidak ada kezaliman di antara mereka, karena yang dicari sesungguhnya adalah keadilan.

Tulisan-tulisan dalam blog ini difokuskan untuk pengembangan sumberdaya manusia muslim. Di belahan dunia manapun, posisi dan peran muslimah masih banyak tersisihkan (termarginalisasikan), padahal Rasulullah saw sudah mencontohkan perilaku beliau kepada kaum perempuan di sekitar beliau. Konsep gender berasal dari pemikiran negara barat (Amerika, Inggris, dll). Konsep gender secara murni tidaklah sesuai dengan ajaran Islam, tetapi kita dapat mengambil hikmah dari beberapa pemikiran yang positif dari konsep gender tersebut, khususnya yang terkait dengan PENGEMBANGAN dan PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA (SDM). Di manapun di bumi ini masih ada pembangunan, baik fisik maupun non fisik. Pengembangan SDM adalah bagian dari pembangunan non fisik. Pembagian develop (sudah berkembang) dan developing (sedang berkembang) country hanya menyangkut pembangunan fisik, sedangkan yang non fisik diabaikan, contohnya negara maju banyak yang mengalami kemerosotan moral akibat pembangunan non fisik (moral dan mental) diabaikan.

Dalam kehidupan rumahtangga, seorang ibu merupakan pendidik pertama bagi anak-anaknya., sejak mulai dari dalam kandungan, setelah dilahirkan menjadi bayi mungil, hingga menjadi anak yang siap masuk sekolah. Seorang ibu yang berkualitas akan mendidik anak-anaknya dengan kualitas yang prima. Sebaliknya, ibu yang tidak memiliki kualitas untuk mendidik anak-anaknya akan gagal dalam melaksanakan perannya sebagai seorang ibu. Oleh karena itu, perempuan perlu mendapatkan pendidikan yang memadai (dalam hal terkait pembangunan SDM) agar menjadi manusia yang berkualitas, sehingga dia kelak dapat menjadi orang yang berguna bagi masyarakat di sekitarnya, terutama keluarganya.  

Untuk lebih mengenal tentang gender, berikut ini adalah istilah-istilah yang sering digunakan (lebih lanjut baca di situs Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, http://www.mengpp.go.id ) :

RELASI-RELASI GENDER Berarti membahas posisi perempuan dan laki-laki dalam pembagian sumber-sumber kehidupan, tanggung-jawab, manfaat, hak-hak, kekuasaan dan previlese. Penggunaan relasi-relasi gender sebagai suatu kategori analitik tidak lagi membahas kaum perempuan terisolasi dari kaum pria

RESPONSIF GENDER Berarti perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan perempuan dan laki-laki di dalam masyarakat yang disertai upaya menghapus hambatan-hambatan struktural dalam mencapai kesetaraan.

AKSES KE BERBAGAI SUMBERDAYA Berarti, memiliki kesempatan untuk menggunakan sumber-sumber daya penting (misalnya pendapatan, tanah, rumah, sawah, dsb). Akses ini tidak selalu disertai pemilikan kewenangan untuk membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan hasilnya. Contohnya, buruh tani (perempuan atau lelaki) yang tidak memiliki tanah / sawah, tetapi mereka mengerjakan sawah / tanah milik orang lain dan menerima sebagian kecil (sebagai upah) dari hasil kerjanya.

KONTROL ATAS BERBAGAI SUMBERDAYA Berarti, memiliki kewenangan penuh untuk, misalnya, memutuskan penggunaan sumberdaya yang dimiliki serta hasil yang diperoleh, kewenangan penuh atas penggunaan upah yang diperoleh atau keuntungan yang diperoleh, kewenangan penuh atas tubuhnya sendiri seperti misalnya untuk menentukan berapa anak yang akan dilahirkan oleh seorang perempuan, maka perempuan itu sendirilah yang seyogyanya menentukan, bukan karena tekanan dari suaminya, orangtua/mertua, pemerintah, dll. Sebab, perempuan-lah yang memiliki pengalaman, permasalahan, kebutuhan, kepentingan dengan hal-hal yang berkaitan dengan peran reproduktifnya.

MANFAAT Termasuk dalam manfaat adalah hal-hal praktis (uang atau pendapatan, pelatihan, kebutuhan-kebutuhan dasar, waktu, dsb.) dan hal-hal yang strategis (meningkatnya status sosial, kesempatan, contohnya dengan dimilikinya keterampilan dalam hal-hal tertentu ) yang dipunyai oleh laki-laki dan perempuan yang diperolehnya dari kegiatan-kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial mereka. Manfaat-manfaat dari berbagai sumberdaya tersebut di atas, dan dari kegiatan-kegiatan pembangunan perlu diukur untuk memastikan adanya kesetaraan atau ketimpangan gender dalam suatu kelompok atau komunitas.

PARTISIPASI Berarti keterlibatan seseorang atau sekelompok orang di dalam kegiatan termasuk kegiatan-kegiatan pembangunan dapat terjadi pada beberapa tingkatan atau tahapan yang berbeda dalam suatu proyek dengan beragam implikasi bagi yang terlibat. Tingkat partisipasi yang terendah adalah apabila seseorang atau sekelompok orang menjadi peserta pasif dari suatu proyek, tanpa mereka ikut terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi proyek tersebut. Tingkat partisipasi yang lebih tinggi yaitu apabila seseorang atau sekelompok orang melakukan kegiatan yang diperintahkan orang kepadanya, misalnya menyumbangkan tenaganya untuk kegiatan Posyandu. Tingkatan partisipasi yang ketiga adalah apabila seseorang atau sekelompok orang terlibat dalam pengidentifikasian permasalahan dan kebutuhan, membuat pilihan-pilihan bagi penyelesaiannya yang berupa ‘daftar kegiatan yang diinginkan’ tanpa adanya rasa memiliki kegiatan tersebut. Tipe ideal dari partisipasi adalah apabila seseorang atau sekelompok orang berkemampuan mengorganisir dirinya untuk memenuhi kebutuhannya, merencanakan penyelesaian permasalahannya serta bertanggung-jawab dalam tindakan-tindakan yang dilakukannya.

KEADILAN GENDER Adalah proses yang adil bagi perempuan dan lelaki. Agar proses yang adil bagi perempuan dan lelaki terwujud, diperlukan langkah-langkah untuk menghentikan berbagai hal yang secara sosial dan menurut sejarah telah menghambat perempuan dan lelaki untuk bisa berperan dan menikmati hasil dari peran yang dimainkannya. Keadilan gender mengantar ke kesetaraan gender.

KESETARAAN GENDER Berarti perempuan dan lelaki menikmati status yang sama dan memiliki kondisi yang sama untuk menggunakan hak-haknya dan kemampuannya secara penuh dalam memberikan kontribusinya kepada pembangunan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan demikian, kesetaraan gender merupakan penilaian yang sama yang diberikan masyarakat atas kesamaan dan perbedaan antara perempuan dan lelaki, dan atas berbagai peran yang mereka lakukan.

Minggu, 12 Februari 2012

Pemisahan tema blog

Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Blog baru ini merupakan pemisahan topik dari blog saya yang sebelumnya yaitu blog Alam Lestari yang beralamatkan di sri-murni.blogspot.com. Blog ini akan saya khususkan untuk tema gender, termasuk tentang perempuan dan keluarga, secara umum dan yang terkait dengan ajaran agama Islam. Sedangkan blog Alam Lestari akan saya khususkan untuk tema konservasi alam serta ekologi secara umum dan yang dikaitkan dengan ajaran agama Islam. Tujuan pemisahan tema ini untuk mempermudah tulisan dan bacaan.
Penulisan tema blog ini bertujuan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan terkait gender, perempuan, keluarga serta ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin. Keterbatasan ruang, waktu, tenaga, pikiran serta dana membuat pengalaman dan pengetahuan saya menjadi terbatas. Oleh karena itu, saya membuat blog ini untuk berbagai (sharing) dengan kawan-kawan pembaca.  
Saya memohon maaf jika ada tulisan yang tidak berkenan di hati pembaca, saya hanya manusia biasa dengan segala kekurangan, kelemahan dan ketidaktelitian. Segala kesempurnaan itu milik Allah SWT semata. Terakhir kata, saya mengucapkan terima kasih atas perhatian pembaca.
Wassalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh....