Senin, 20 Februari 2012

SIAPKAN ISTRIMU MENJADI JANDA

Judul di atas mungkin judul yang provokatif, tetapi hal tersebut merupakan suatu realita di jaman modern seperti saat ini. Umur dan jodoh adalah rahasia Allah SWT, oleh karena itu perlu dilakukan persiapan-persiapan untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan. Janda dalam hal ini dapat berupa janda cerai mati (suami wafat) atau janda cerai hidup (akibat perceraian), semua ini istilah yang umum digunakan di bidang kependudukan (demografi).

Banyak suami-suami yang melalaikan upaya-upaya peningkatan kualitas insani sang istri, baik dalam mental, moral dan berbagai kemampuan yang terkait dengan usaha ekonomi. Dalam ajaran Islam, memang pencari nafkah utama keluarga adalah kewajiban suami, sedangkan istri cukup taat kepada suami –tentunya pilih suami yang taat kepada Allah  SWT dan Rasulullah Muhammad saw--. Namun demikian, suami jangan menutup akses sang istri untuk mengembangkan diri dan mampu membuka peluang usaha yang bernilai ekonomi. Lebih baik sedia payung sebelum hujan. Jangan sampai terjadi, pada saat keluarga inti –suami, istri dan anak-anak-- tersebut utuh, kondisi keluarga dan kehidupannya tergolong muzakki (wajib zakat), tetapi setelah kehilangan suami, keluarga tersebut menjadi mustahik (penerima/berhak terima zakat) yang berarti kondisi ekonomi keluarganya merosot. Hal tersebut dapat terjadi akibat: (1) keluarga yang boros, hanya dapat belanja tetapi tidak menghargai nilai uang dan menghasilkan uang; (2) keluarga yang terlalu menggantungkan diri kepada kepala keluarga (suami) yaitu tidak memiliki kemampuan dan mental yang mencukupi untuk hidup mandiri sehingga lalai mempersiapkan situasi dan kondisi yang buruk.

Landasan pemikiran penulis adalah Al Qur’an Surat An Nisaa [4]: ayat 9,”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”.

Tidak semua perempuan mempunyai kemampuan unggul untuk mencari rezeki sendiri, tetapi mereka tetap memiliki kemampuan untuk berusaha, tergantung kemauan pribadi perempuan tersebut. Oleh karena itu sang suami perlu mengetahui kemampuan-kemampuan apa yang dimiliki oleh sang istri dan peluang-peluang ekonomi apa yang memungkinkan untuk sang istri, tanpa harus melanggar aturan agama, yang berarti harus halal dan baik (halalan wa thoyibah).

Teladan dari Rasulullah saw adalah beliau memperkenankan istri beliau Zainab binti Jahsy untuk berusaha dengan memintal dan menenun kain sutera serta menyamak kulit, hasil-hasilnya kemudian dijual, selanjutnya hasil penjualannya dimanfaatkan oleh Zainab r.a. sendiri. Zainab r.a menggunakan uang tersebut untuk bersedekah, sehingga kelak kemudian Zainab binti Jahsy dikenal sebagai perempuan yang murah hati– karena sedekahnya -- dan merupakan istri Rasulullah saw yang wafat menyusul Rasulullah saw, sesuai petunjuk Rasulullah saw:”Kalian (kepada para istrinya) yang paling cepat menyusulku, adalah yang paling murah hatinya (paling banyak sedekahnya)”. Zainab binti Jahsy r.a wafat pada tahun 20 Hijriah.  

Sebagaimana ceritanya salah satu istri Rasulullah saw, Ummu Salamah r.a berkata:”Ia (Zainab binti Jahsy r.a) seorang wanita shalihah, suka shaum di siang hari dan shalat di malam hari, ahli menyamak kulit, suka bersedekah dengan hasil usahanya”. Kisah lainnya adalah perkataan istri Rasulullah saw yang lain, Aisyah r.a:“Aku tidak pernah melihat seorang wanita yang lebih baik agamanya dari Zainab, lebih takwa kepada Allah, lebih jujur bicaranya, lebih akrab hubungan kekeluargaannya, lebih besar sedekahnya, dan lebih besar pengorbanannya, dia bekerja semata-mata hanya untuk disedekahkan, karena ingin taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT”.    

Kisah hidup Zainab binti Jahsy r.a saat menjadi istri Rasulullah Muhammad saw hendaknya menjadi contoh teladan bagi para suami muslim di dunia saat ini dan juga mencontoh perilaku Rasulullah saw yang tidak menutup akses istrinya untuk berkarya dan berusaha, disamping itu Rasulullah saw membebaskan istrinya untuk membelanjakan uang hasil jerih payahnya (untuk sedekah atau untuk belanja, terserah istri), berarti kontrol keuangan pribadi istri ada di tangan istri sendiri. Hal ini membuktikan bahwa konsep gender tentang akses dan kontrol sebenarnya sudah ada dalam Islam dan telah dicontohkan oleh Rasulullan saw.

Wal Allahu ‘alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar