Judul di atas
mungkin judul yang provokatif, tetapi hal tersebut merupakan suatu realita di
jaman modern seperti saat ini. Umur dan jodoh adalah rahasia Allah SWT, oleh
karena itu perlu dilakukan persiapan-persiapan untuk mengantisipasi kejadian
yang tidak diinginkan. Janda dalam hal ini dapat berupa janda cerai mati (suami
wafat) atau janda cerai hidup (akibat perceraian), semua ini istilah yang umum digunakan
di bidang kependudukan (demografi).
Banyak suami-suami
yang melalaikan upaya-upaya peningkatan kualitas insani sang istri, baik dalam
mental, moral dan berbagai kemampuan yang terkait dengan usaha ekonomi. Dalam ajaran Islam, memang pencari
nafkah utama keluarga adalah kewajiban suami, sedangkan istri cukup taat kepada
suami –tentunya pilih suami yang taat kepada Allah SWT dan Rasulullah Muhammad saw--. Namun
demikian, suami jangan menutup akses sang istri untuk mengembangkan diri dan mampu membuka peluang usaha yang bernilai ekonomi. Lebih baik sedia payung sebelum
hujan. Jangan sampai terjadi, pada saat keluarga inti –suami, istri dan
anak-anak-- tersebut utuh, kondisi keluarga dan kehidupannya tergolong muzakki
(wajib zakat), tetapi setelah kehilangan suami, keluarga tersebut menjadi
mustahik (penerima/berhak terima zakat) yang berarti kondisi ekonomi
keluarganya merosot. Hal tersebut dapat terjadi akibat: (1) keluarga yang
boros, hanya dapat belanja tetapi tidak menghargai nilai uang dan menghasilkan
uang; (2) keluarga yang terlalu menggantungkan diri kepada kepala keluarga
(suami) yaitu tidak memiliki kemampuan dan mental yang mencukupi untuk hidup
mandiri sehingga lalai mempersiapkan situasi dan kondisi yang buruk.
Landasan
pemikiran penulis adalah Al Qur’an Surat An Nisaa [4]: ayat 9,”Dan hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.”.
Tidak semua
perempuan mempunyai kemampuan unggul untuk mencari rezeki sendiri, tetapi
mereka tetap memiliki kemampuan untuk berusaha, tergantung kemauan pribadi
perempuan tersebut. Oleh karena itu sang suami perlu mengetahui
kemampuan-kemampuan apa yang dimiliki oleh sang istri dan peluang-peluang
ekonomi apa yang memungkinkan untuk sang istri, tanpa harus melanggar aturan
agama, yang berarti harus halal dan baik (halalan
wa thoyibah).
Teladan dari Rasulullah
saw adalah beliau memperkenankan istri beliau Zainab binti Jahsy untuk berusaha
dengan memintal dan menenun kain sutera serta menyamak kulit, hasil-hasilnya
kemudian dijual, selanjutnya hasil penjualannya dimanfaatkan oleh Zainab r.a.
sendiri. Zainab r.a menggunakan uang tersebut untuk bersedekah, sehingga kelak
kemudian Zainab binti Jahsy dikenal sebagai perempuan yang murah hati– karena
sedekahnya -- dan merupakan istri Rasulullah saw yang wafat menyusul Rasulullah
saw, sesuai petunjuk Rasulullah saw:”Kalian (kepada para istrinya) yang paling
cepat menyusulku, adalah yang paling murah hatinya (paling banyak sedekahnya)”.
Zainab binti Jahsy r.a wafat pada tahun 20 Hijriah.
Sebagaimana
ceritanya salah satu istri Rasulullah saw, Ummu Salamah r.a berkata:”Ia (Zainab
binti Jahsy r.a) seorang wanita shalihah, suka shaum di siang hari dan shalat
di malam hari, ahli menyamak kulit, suka bersedekah dengan hasil usahanya”. Kisah
lainnya adalah perkataan istri Rasulullah saw yang lain, Aisyah r.a:“Aku tidak
pernah melihat seorang wanita yang lebih baik agamanya dari Zainab, lebih takwa
kepada Allah, lebih jujur bicaranya, lebih akrab hubungan kekeluargaannya,
lebih besar sedekahnya, dan lebih besar pengorbanannya, dia bekerja semata-mata
hanya untuk disedekahkan, karena ingin taqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah SWT”.
Kisah hidup
Zainab binti Jahsy r.a saat menjadi istri Rasulullah Muhammad saw hendaknya
menjadi contoh teladan bagi para suami muslim di dunia saat ini dan juga
mencontoh perilaku Rasulullah saw yang tidak menutup akses istrinya untuk berkarya dan berusaha, disamping itu
Rasulullah saw membebaskan istrinya untuk membelanjakan uang hasil jerih
payahnya (untuk sedekah atau untuk belanja, terserah istri), berarti kontrol keuangan pribadi istri ada di
tangan istri sendiri. Hal ini membuktikan bahwa konsep gender tentang akses dan
kontrol sebenarnya sudah ada dalam Islam dan telah dicontohkan oleh Rasulullan
saw.
Wal Allahu ‘alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar