Rabu, 07 November 2012

ORANGTUA, PENDIDIK PERTAMA



Seorang perempuan sejak hamil sudah mulai menapakkan dirinya menjadi seorang ibu. Masa kehamilan sembilan bulan adalah masa yang berat, berat secara mental rohani dan fisik tubuh. Perempuan hamil tersebut harus menjaga kondisi tubuhnya agar tetap sehat dan bugar karena dia tidak hanya menanggung satu diri tetapi juga janin yang belum kasat mata tetapi sudah terasa kehadirannya, yaitu dengan cara menjaga kesehatan, makan minum yang teratur dan istirahat yang cukup. Disamping itu, perempuan hamil juga harus mampu menjaga hati dan emosinya. Hal inilah yang terberat karena tidak tampak. Emosi perempuan hamil tidak stabil, mudah marah, mudah menangis alias sentimentil, mudah tersinggung, dan perasaan negatif lainnya. Oleh karena itu, perempuan hamil perlu menjaga kestabilan emosinya dengan berbagai cara. Ada dengan cara mendengar musik klasik, membaca dan melihat hal-hal yang menyenangkan mata, dsbnya. Khusus muslimah hamil, adalah dengan shalat, mengaji –dibantu oleh suami yang mengaji juga, sang istri mendengarkan- dan berdzikir adalah cara yang terbaik, karena pada saat itu ketawakalan dalam menghadapi kondisi kehamilan secara internal dalam dirinya dan lingkungan eksternal di luar dirinya sangat memberikan pengaruh kepada janin dalam kandungannya. Ini sudah merupakan pendidikan dini bagi janin tersebut.
Setelah bayi dilahirkan, mulai pendidikan pertama berupa adzan dan iqamat yang dibacakan di telinga kanan dan kiri bayi oleh sang ayah. Itu adalah pendidikan agama pertama yang diterima sang bayi, agar kelak dia menjalankan shalat. Dalam kesehariannya, sang ibu menyusui ASI (air susu ibu) kepada sang bayi, yang berarti pendidikan kasih sayang kepada sang bayi, bahwa kontak tubuh ini merupakan bagian dari bentuk kasih sayang. Selanjutnya, hari demi hari, waktu demi waktu, bayi tumbuh berkembang menjadi anak balita (bawah lima tahun). Dia mulai belajar tengkurap, merayap, berjalan tertatih, hingga berlari, semuanya ini dijalankan secara bertahan (step-by-step), tidak secara karbitan (dipaksa), semua berjalan secara alami. Oleh karena secara bertahap, maka anak tersebut dapat bergerak dengan stabil, tidak mudah jatuh. Proses inilah yang kelak akan diajarkan kepada individu baru ini bahwa Jalanilah hidup secara bertahap, sehingga kuat menghadapi kendala dalam hidup.  
Intelektual anak mulai diasah dengan mendengar nyanyian (tembang oleh orang Jawa), mendengar alunan ayat Al Qur’an, diajak bercakap-cakap, mendengar dongeng atau cerita yang berarti pembelajaran bahasa dan kecakapan bicara kepada anak. Selain itu, mulai anak diajar keterampilan motoriknya dengan berlari, melompat, melipat, mewarnai, dsbnya. Intelektual anak sudah umum diasah oleh orangtuanya, kemudian gurunya dan lingkungan anak tersebut, sehingga terbentuk anak  yang pandai.
Bagaimana dengan emosi anak? Inilah yang jarang diperhatikan oleh orangtua. Balita dianggap anak yang tidak tahu apa-apa, padahal anak manusia diberi oleh Allah SWT kecerdasan. Intelektual anak selanjutnya diasah oleh orangtuanya, kemudian gurunya dan lingkungan anak tersebut, sehingga terbentuk anak  yang pandai.
Bagaimana dengan emosi anak? Inilah yang jarang diperhatikan oleh orangtua. Anak manusia pada umumnya cerdas. Bayi pun mampu memanipulasi orang dewasa dengan tangisan manja, bukan karena sakit, lapar, haus atau gangguan buang hajatnya. Dengan tangisan itu, anak ingin segera digendong. Orang dewasa senang menggendong bayi, bayi senang digendong agar dapat bergerak ke mana-mana. Anak yang sudah mengenal gendongan, akan selalu minta digendong untuk semua urusannya. Sebenarnya ada satu cara untuk menunjukkan kasih sayang tetapi tanpa banyak menggendong, yaitu dengan cara dipangku. Bayi sedang dipangku akan ada kontak tubuh dan pelukan. Oleh karena dipangku tidak banyak bergerak (pasti yang memangku harus duduk), lama kelamaan si bayi ada keinginan untuk berjalan, inilah salah satu pendidikan untuk bayi agar punya semangat untuk belajar, yaitu belajar berjalan. Umumnya anak yang jarang digendong akan lebih cepat berjalan dibandingkan anak yang selalu digendong.
Salah satu hadits Rasulullah saw berbunyi Belajarlah mulai dari buaian hingga ke liang lahat. Dari buaian bayi inilah bayi tersebut mulai belajar, seperti mendengar suara yang menyejukkan, warna warni yang berkelebat di depan matanya, memanggil dengan suaranya, bergerak untuk tengkurap/terlentang dan akhirnya merangkak, berdiri dan berjalan.
Emosi bayi pun mulai diasah, dengan tidak segera diangkat/digendong oleh orang dewasa jika dia menangis tanpa sebab. Awalnya dia frustasi, tetapi kemudian dia belajar untuk sabar dan mengerti dengan kecerdasan yang telah diberikan Allah SWT kepadanya. Di kemudian hari, sang bayi yang sudah menjadi anak juga diperlakukan sama. Biar dia berusaha dahulu, mengalami kesulitan, merasakan sakit jika jatuh yang ringan, sehingga dia akan terbiasa dengan kondisi dan situasi yang buruk. Seperti pepatah Bisa karena biasa. Kelak dia akan menjadi individu yang kuat
Pada dasarnya pemanjaan anak oleh orangtua dan sekelilingnya akan merusak kemampuan anak itu sendiri serta masa depannya. Anak manja cenderung menjadi individu dengan karakter yang lemah, seperti egois, tidak mampu berbagi, tidak kuat menahan tekanan (stres), mudah frustasi, mudah mengeluh, dan jika lemah iman kepada Allah SWT akan menjadi manusia yang ingkar nikmat. Individu-individu yang manja dan lemah ini sulit untuk struggle (berjuang) dalam menghadapi kompetisi hidup. Pada akhirnya akan merepotkan orang lain, yang berarti menjadi individu yang tidak memberikan manfaat kepada orang lain, untuk dirinya sendiri saja tidak mampu apalagi untuk orang lain.  
Bermain adalah pengalaman belajar untuk bayi dan anak. Ibu dan ayah hendaknya mengajar anaknya bermain, bernyanyi, berbicara dan bercanda. Dengan kegembiraan tersebut, anak belajar tentang kebahagiaan. Tertawa dapat dibeli dengan uang, tetapi kebahagiaan tidak dapat dibeli dengan uang, karena terkandung ketulusan di dalamnya. Anak yang bahagia kelak akan mudah berbagi kebahagiaan dengan orang lain di sekitarnya. Biarlah anak-anak bermain dengan bebas dan sehat, karena usia tidak akan kembali lagi. Masa akan hilang dan digantikan dengan masa yang lainnya. Marilah kita, para orangtua, memberikan kebahagiaan yang tulus (tanpa materi) kepada anak-anak kita, termasuk anak-anak di sekitar kita, agar mereka menjadi generasi yang bahagia dan menghargai dirinya sendiri.   
Mendidik bukanlah monopoli dan tugas seorang ibu, ayah pun memiliki andil di dalam mempersiapkan masa depan anaknya, akan menjadi individu yang seperti apakah kelak sang anak tersebut? Paradigma tentang ibu adalah pendidik utama dalam keluarga harus diubah. Rasulullah saw pun dulu mendidik anak-anaknya -baik anak kandung maupun anak tirinya- sehingga menjadi individu yang shaleh dan berguna, meskipun beliau sibuk mengurus umatnya dan berdakwah. Dalam Islam, orangtua dianjurkan membaca doa sebagai berikut:
“Rabbanaa hablanaa min azwaa jinaa wa dzurriyyaatinaa qurrata a’yun, waj’alnaa lilmuttaqiina imaamaa.” (Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa). (QS. Al Furqan ayat 74).
Jadikan anakmu menjadi anak yang shaleh, cerdas, bahagia, dan sehat (Make your kid to be a shalih, smart, happy and healthy kid).    



Tidak ada komentar:

Posting Komentar